Pages
11
Emas tempawan paras gemilang // Sekali inilah jiwaku hilang Pergi kekanda ini tiada akan pulang // Seperti bermimpi tuan kupandang
Tuanku nyawa cahaya mata // Tiada lama tuan berhamba akan beta Sekali inilah perceraian kita // Sudahlah gerangan kehendak dewata
Jika sungguh tuan kasih akan beta // Tuan temani kakak mati serta [...lah] sesuatu kekanda pinta // Kepada ingsun emas juwita
Sempurnalah kasih utama jiwa // Akan kekanda jangan kecewa Jangan beri kita kedua // Tuan laksana badan dan nyawa
Tunduk menangis Ken Lamlam Arsa // Menengar kata Jaran Temasa Seperti dihiris dengan sem[b]ilu kepada rasa // Tiadalah takut ia akan binasa
Sambil menangis ia berkata // Kekanda nyawalah beta pergi serta Jika mati hendak pun bersamalah kita // Jangan apalah ditinggalkan beta
Telah menengar kata isterinya // Lalu berhamburan air matanya Diambil tangan dijunjungnya // Dipeluk dicium seraya katanya
Kasih rupanya emas juwita // Akan kekanda yang hina leta
12
Maka tuan mau menurut serta // Tiada menumangkan(1) kematian beta
Tuanku yang seperti yang-yang kesuma // Seperti bidadari Nila Utama Jika seratus kali pun menjelma // Kakak hendak mati bersama
Baiklah tuan kita pergi // Samping hidup sehari dua hari Janganlah kita bercerai lagi //Jangan tuan jauh dari sisi
Lamun hampir di sisi ada // Tiadalah cinta kematian kekanda Seribu kali suka di dalam dada // Mati hidupnya tuan adinda
Jiwa kekanda yang baik pekerti // Tuanku seperti Dewi Siti [Sita?] Wati Ken Lamlam Arsa pun sukalah hati // Daripada menangis ia berhenti
Disapunya air mata isterinya // Bertemu mulut sepah diberinya Dipeluk dicium belas hatinya // Terlalu sangat kasih sayangnya
Tiadalah ia fikirkan suatu jua // Ken Lamlam Arsa utama jiwa Berkasih kasihan samalah kedua // Seperti badan dengan nyawa
Tiadalah tidur semalaman berjaga // Hanyalah bersenda gurau jenaka Menyudahkan kasih bersuka-suka // Tiadalah ia menaruh duka
berbujuk cumbu tiada
13
Bujuk dan cumbu tiada terperi // Ia berkekawin suara pegari(1) [Telah] siang sudahlah hari // Bangun mandi laki isteri
Sudah mandi lalu memakai // Berlelancing putih bersabuk cindai Berkeris landean bunga rampai // Beranting-anting intan seperti mempelai
Bersunting bunga [jala perang] // Bercincin permata cahaya cemerlang Terlalu baik sikap dipandang // Seperti anak dewa dan mambang
Ken Lamlam Arsa pun sudah memakai // Bertapih limar berkampuh cindai Bergandik(2) [d-n-u] mekar bergelang [cerai?] / Berkemar ditatah permata emas urai
Bersubang [b-a p-ng] yang permata / Bercelak pemanis ingsun juwita Paras seperti tulisan peta // Manisnya jangan lagi dikata
Mukanya pucat berseri manis // Matanya balut(3) bekas menangis Anak rambutnya melentik wilis // Ekor matanya sepertikan tiris
Bibirnya merah [narung binarung] // Kekainnya seperti sayap kembang Barang lakunya memberi bimbang // Membelaskan hati orang memandang
Jaran Temasa pun memandang isterinya // Ke atas gajah naikkannya
14
Diiringkan oleh hamba sahayanya // Dengan segala pengasuh pergi semuanya Mengepalakan gajah ia sendirinya // Terlalulah patut laki isterinya
Sama manis tia(da) terperi // Seperti indera dengan bidadari
Pantas manis barang kelakuannya // Rambut ikal dengan permainya Pucat berseri warna mukanya // Membelaskan hati segala yang melihatnya
Lalu dari kampung Gajah Seberata // Sepanjang jalan orang berkata Jaran Temasa konon dipanggil Sang Nata // Siapa tahu dimurkai duli makota
Sayangnya muda beroleh kecewa // Tiada semena (semena-mena) membuangkan nyawa Sungguh pun ia anak pengawa // Tiada dibanding seorang jua
Patutlah sudah laki isteri // Seperti indera dengan bidadari Pada masa ini sukar dicahari // Keduanya sama manis berseri
Sayangnya ningsun utama jiwa // Sikap seperti dewa-dewa Dalam lurah Tanah Jawa // Pada hati beta tiadalah dua
Belas pula rasanya cita // Sekalian menyapu air mata Semuanya itu menaruh percinta // Singguh di kampung Gajah Seberata
Telah dilihat
15
Telah dilihat akan Ken Silawati // Adiknya datang segera didapati Berdiri di pintu ia menanti // Terlalu belas rasanya hati
Jaran Temasa turun menyambut isterinya // Diturunkan dari atas gajahnya Ken Lamlam Arsa menyembah pada saudaranya // Dipegang Ken Silawati tangan adiknya
Dipimpin masuk lalu duduk // [Melangkah ditatang] awan sekelok Dipandang adiknya terlalu elok // Jaran tiada dipanggilnya masuk
Berdiri di pintu Jaran Temasa // Menanti isterinya Ken Lamlam Arsa Terlalu pilu kepada rasa // Durja yang manis silu bahasa
Lalu berkata Ken Silawati // Rindunya kakak bagaikan mati Gundah kekanda tiada berhenti // Tiadalah berketahuan rasa hati
Ken Lamlam Arsa menangis seraya berkata // Hendak bermohon kekanda beta Mengikut kakak Jaran Temasa pergi serta // Kerana dipanggil oleh Sang Nata
Ken Silawati berkata dengan kepiluan // Aduh adikku emas tempawan Apatah kerja pergi nan tuan // Kerana Sang Nata tiada membawa perempuan [?]
Jaran Temasa pun menyahut kata // Biarlah kekanda ia pergi serta