Pages
26
Hancurlah rasa hatinya Kasihan melihat laku suaminya Mahulah mati kepada rasanya Sebagai menyapu air matanya
Dibujuk isterinya kata yang manis-manis Seperti sakar madu kandis Tuanku nyawaku usul manjelis (majelis) Jangan apalah tuan menangis
Jika jiwaku kasih akan kekanda Tuan persukakan hati adinda Hari inilah kita bergurau senda Menyukakan hati bangsawan muda
Telah menengar kata suaminya Tiadalah sayang akan nyawanya Suatu pun tiada sangkut hatinya Mana untung Jaran Tamasa ikutnya
Jaran Tamasa pun berkata Mahukah mandi emas juita Hari nan panas rasa beta Berhenti mandi dahulu kita
Sahut Ken Lamlam Arsa kekanda baiklah Beta pun panas hendak mandilah Jaran Tamasa pun berhentilah Gajah itu pun diterumkanlah(1)
Ia pun turun dari atas gajahnya Disambut Ken Lamlam Arsa didukungnya Ke tepi sungai diletakkannya Bersalin kain laki isterinya
Duduk di atas batu baiduri Seperti indera dengan bidadari
27
Mandi berlangir laki isteri Suka rasanya tiada terperi
Telah sudah mandi berkasai(1) Didukungnya naik ke tepi pantai Rambut isterinya pun diselesai Meminta pakaian seperti mempelai
Keduanya manis baik paras Laki isteri sama berhias Berlelancing jingga pengaras Berkampuh cindai natar beremas
Bersabuk petola kembang Berkeris kendayan permata cemerlang Berkemar(2) emas tatah disilang Berkilat-kilat permata subang
Bergelang emas permata gemala Beranting-anting nilam emas bernyala-nyala Bersinar-sinar cahaya ke muka Dua pengikat memakai pedaka
Dikenakan jamang emas belaka Sunting digubah bunga cempaka Bibirnya merah asmaradanta Giginya berkilat seperti permata
Paras seperti tulisan peta Manisnya janganlah lagi dikata Berurapan sari penuh dadanya Terlalulah sekali baik rupanya
Cantik manis barang lakunya Sudah memakai meng(h)ias isterinya Bertapih jingga limar seraya Berkampuh serupa laki isterinya
(Ayat pada baris tepi - rujuk perenggan lima baris 1 dan 2 )
Bercincin emas permata gemala Beranting nilam emas bernyala
28
Bergandik(1) kemar yang permata pudi // Diselang dengan lazuardi
Berpedaka tiga pengikat // Bersubang mutia(ra) emas dipahat Bercincin emas permata berkilat // Yang wilis bersepit alat
Bergelang rembega(2) perbuatan Sailan(3) // Bertali leher permata intan Bersekar suhun(4) berpengikatan // Bercelak seni cemerlang kelihatan
Diaturnya anak rambut isterinya // Bersubang hijau dibubuhnya Seperti ditulis rupa keningnya // Bersambutan manis ekor matanya
Bibirnya merah [a-n-g-r-w-a-t?] // Giginya seperti danta berkilat Paras seperti Segerba Ningrat // Makin dipandang bertambah ghairat(h)?
Terlalulah baik rupanya itu // Matanya seperti seroja baiduri Manis seperti laut madu // Sayang sedikit lakunya sedu
Sudah berhias muda pisari // Lalu bercermin laki isteri Seperti indera dengan bidadari // Keduanya sama manis berseri
Dipeluk leher seraya berkata // Aduh pekulun emas juita Patut sekali keduanya kita // Sudah gerangan janji dewata
29
Layaklah tuanku utama jiwa // Teman kekanda memandang nyawa Berkata itu seraya tertawa // Ken Lamlam Arsa tersenyum jua
Belas rasanya di dalam cita // Jaran Tamasa tersenyum seraya berkata Tuan lihatlah rupa kita // Di dalam cermin seperti dipeta
Seperti indera dengan bidadari // Sayang tak beruntung muda pisari Kasih tiada berapa hari // Seuntunglah kita laki isteri
Tiada lama tuah [tuan?] berhambakan beta // Tuan nyawaku cahaya mata Jiwa kekanda emas juita // Mati muda gerangan kita
Berkata itu sayu hatinya // Sambil mencium pipi isterinya Bertemu mulut sepah diberinya // Makin bertambah kasih sayangnya
Terlalulah belas hamba sahayanya // Memandang laku kedua tuannya Hidangan dibawa oleh pengasuhnya // Makanlah ia kedua laki isterinya
Telah sudah keduannya makan // Makan sirih memakai bau-bauan Didukung isterinya muda bangsawan // Naik gajah lalu berjalan
Berjalan menyusur kaki gunung // Rawan rasanya seraya terlengung(1)
30
Menengar bunyi kumbang berdengung // Makin bertambah rasanya bingung
Daripada orang berani juga // Tiadalah tampak lakunya duka Lalu berkata pada Renjaka // Gagak Rajasa datangkah kakak
Menengar kata tuannya itu // Renjaka pun belas rasanya pilu Katanya sudah kekanda dahulu // Entah pun sampai ke persinggahan ratu
Jaran Tamasa menoleh seraya berkata // Manakala sampai kekanda kita Jauhkah lagi persinggahan Sang Nata // Lambat menanti kakak Gajah Seberata
Renjaka pun menyahut kata // Sambil menyapu air mata Petang inilah sampai kita // Dekatlah sudah persinggahan Sang Nata
Jaran Tamasa pun berjalanlah // Datang petang berhentilah lelah Di kaki gunung itu ia singgah // Matahari pun hendak masuklah
Di (h)ujung gunung itu warna indah // Mega di tepi langit itupun merah Rupa seperti warna darah // Seperti muka orang yang amarah
Segala buah dan bunga kayu // Luruh berkapar di tanah layu Lakunya seperti orang yang sayu // Belaskan muda hendak lalu